Mojokerto (pilar.id) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto mulai mematangkan rencana pemindahan ibu kota Kabupaten Mojokerto. Langkah tersebut ditandai dengan sosialisasi tata cara pemindahan, perubahan nama ibu kota, serta pengadaan tanah untuk pembangunan pusat pemerintahan baru yang digelar di Smart Room Satya Bina Karya (SBK), Senin (25/8) pagi.
Acara tersebut dihadiri Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra bersama Sekretaris Daerah Teguh Gunarko, jajaran asisten, dan kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Hadir pula narasumber dari Pemprov Jatim, yakni Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Lilik Pudjiastuti, serta Kepala Seksi Pengendalian Ruang Wilayah dan Pertanahan Dinas PU Cipta Karya, Priyo Nur Cahyo.
Dalam pemaparannya, Pemprov Jatim menegaskan bahwa pemindahan ibu kota diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 30 Tahun 2012. Prosesnya wajib melalui kajian akademis, persetujuan DPRD, hingga persetujuan Menteri Dalam Negeri. Lokasi baru pun harus memenuhi syarat geografis, tata ruang, serta aksesibilitas.
Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra, yang akrab disapa Gus Bupati, menyampaikan bahwa wacana pemindahan ibu kota sebenarnya sudah bergulir selama sembilan periode kepemimpinan atau hampir 45 tahun, namun belum pernah terealisasi.
“Di Jawa Timur hanya Kabupaten Mojokerto saja, yang lain sudah pindah. Ini sudah direncanakan secara periodik sembilan kali bupati atau 45 tahun. Makanya, pada periode ini kami ingin sebisa mungkin merealisasikan gagasan dan harapan masyarakat Kabupaten Mojokerto,” tegasnya.
Menurut Gus Bupati, pemindahan ibu kota akan menjadi titik fokus pembangunan. Dengan pusat pemerintahan berada di wilayah Kabupaten Mojokerto sendiri, tata kota akan lebih tertata, pertumbuhan ekonomi lebih pesat, serta pelayanan publik lebih efektif.
Ia mencontohkan, daerah-daerah yang telah memindahkan pusat pemerintahan biasanya memiliki alun-alun, masjid agung, dan pusat kegiatan publik yang menjadi motor penggerak ekonomi serta pembangunan di sekitarnya.
Saat ini, terdapat tiga kecamatan yang masuk dalam kajian lokasi calon ibu kota baru, yakni Mojosari, Puri, dan Kutorejo. Dari aspek infrastruktur dan mitigasi bencana, Mojosari dinilai paling kuat.
“Secara aspek ketiga kecamatan ini masuk dalam segi nama. Mojosari itu mojo berarti buah maja dan sari berarti subur. Puri artinya istana dalam bahasa Sanskerta. Sedangkan Kutorejo, kuto berarti kota dan rejo berarti ramai. Dari sisi sejarah kita kuat, dari kondisi wilayah juga kuat. Maka ini alasan yang kuat bagi kita untuk memusatkan pemerintahan di daerah kita sendiri,” jelasnya.
Pemkab menegaskan, jika pemindahan ibu kota terealisasi, dampaknya akan signifikan, mulai dari ekonomi, sosial budaya, hingga pariwisata.
“Dalam kalkulasi kita, ketika pusat pemerintahan pindah ke daerah kita sendiri, banyak hal yang akan mengalami kemajuan, seperti ekonomi, sosial budaya, sejarah, hingga olahraga. Semua itu akan berdampak langsung pada pemerintahan kita. Kita berharap, wacana yang sudah hampir setengah abad ini segera terealisasi,” pungkas Gus Bupati. (tin)