Ekonom Universitas Paramadina Sebut Kasus Noel Jadi Alarm Bahaya Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo

2 weeks ago 29

Jakarta (pilar.id) – Penangkapan aktivis 98 sekaligus Wakil Menteri, Emmanuel Ebenezer atau Noel, dinilai menjadi peringatan serius bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam upaya pemberantasan korupsi.

Hal itu disampaikan oleh Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, yang menilai kasus Noel sebagai alarm bahaya di tengah komitmen Presiden yang berulang kali menegaskan perang melawan korupsi.

“Dalam pidatonya, Presiden menegaskan komitmen memberantas korupsi, bahkan mengancam jajarannya agar menjauhi perilaku koruptif. Ia berjanji akan memimpin upaya mengejar koruptor hingga ke Antartika,” ujar Wijayanto.

Noel Dituding Peras Rakyat

Menurut Wijayanto, kasus Noel mencerminkan tantangan besar dalam memberantas korupsi. Alih-alih melindungi rakyat, Noel justru dituding memeras mereka dengan menaikkan tarif sertifikat K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dari Rp275.000 menjadi Rp6 juta per sertifikat.

“Lebih ironis, praktik tersebut melibatkan ASN hingga pejabat eselon II dan dilakukan sejak bulan pertama ia menjabat,” tegasnya.

Ia menambahkan, posisi Wakil Menteri yang seharusnya membantu agenda pemerintah justru diyakini sebagian pihak hanya dijadikan batu loncatan untuk memperkaya diri.

Bayang-Bayang Korupsi di Kementerian Lain

Kasus Noel juga terjadi bersamaan dengan penyelidikan KPK terhadap Kementerian Agama terkait kuota haji, serta Kementerian Komunikasi dan Digital terkait isu perlindungan judi online.

“Korupsi telah mengakar, hingga muncul kesan bahwa pemerintah kita telah menjelma menjadi ‘Pemerintahan Wani Piro’: values (nilai-nilai) dibuang, digantikan value (nilai uang). Segalanya serba pragmatis dan transaksional,” kata Wijayanto.

Wijayanto menilai kondisi ini berpotensi mengancam keberhasilan program-program masif Presiden Prabowo yang berbiaya tinggi dan berdampak luas. Ia mencontohkan Program Makan Bergizi Gratis Rp335 triliun per tahun, Kopdes Merah Putih, hingga pembangunan 3 juta rumah.

“Bagaimana jika terjadi korupsi sistemik? Bagaimana jika masyarakat gagal membayar cicilan KPR bersubsidi? Yakinkah perbankan siap menghadapi tsunami kredit macet?” ujarnya penuh tanya.

Ia memperingatkan bahwa risiko tersebut bisa muncul pada 2027 atau 2028, saat kondisi ekonomi mungkin belum stabil dan Indonesia memasuki tahun politik.

Alarm Bahaya untuk Presiden

Menurut Wijayanto, pemerintah harus menyesuaikan program dengan kapasitas fiskal dan kemampuan birokrasi. “Ada ribuan, bahkan puluhan ribu, ‘Noel’ di Indonesia. Program yang baik dan mahal bisa berubah menjadi buruk dan murahan,” jelasnya.

Ia pun menutup dengan peringatan keras, “Tidak perlu mengejar koruptor sampai ke Antartika, karena kebanyakan justru ada di ‘antar kita’. Presiden Prabowo perlu melakukan bersih-bersih sejak dini. Tertangkapnya Noel harus dimaknai sebagai alarm bahaya yang wajib segera direspons, jika tidak ingin bangsa ini celaka.” (usm/hdl)


Summary Points

  • Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kasus Noel sebagai alarm bahaya pemberantasan korupsi di era Prabowo.
  • Noel diduga memeras rakyat dengan menaikkan tarif sertifikat K3 secara drastis.
  • Korupsi juga membayangi kementerian lain, termasuk Kementerian Agama dan Komunikasi.
  • Program strategis Prabowo berisiko gagal jika korupsi sistemik tidak segera ditangani.
  • Wijayanto menegaskan perlunya bersih-bersih sejak dini demi mencegah kerusakan yang lebih besar.
Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |