George Soros, Runtuhnya Bank of England, hingga Spekulasi Krisis Asia

1 week ago 29

Jakarta (pilar.id) – Nama George Soros kembali mencuat dalam diskursus publik, terutama ketika isu gejolak politik atau ekonomi mencuat. Maklum, figur ini terkenal karena aksinya yang memicu peristiwa ekonomi global besar—dikenal sebagai the man who broke the Bank of England.

Pada 16 September 1992, peristiwa yang dikenal sebagai Black Wednesday, Soros meraih ketenaran global. Ia memimpin aksi short selling besar-besaran terhadap pound sterling melalui Quantum Fund.

Pemerintah Inggris, yang tergabung dalam European Exchange Rate Mechanism (ERM), tidak mampu mempertahankan stabilitas mata uangnya.

Akibatnya, Bank of England dipaksa keluar dari ERM, dan pound terdepresiasi tajam: sekitar 15 persen terhadap Deutsche Mark dan 25 persen terhadap dolar AS. Soros diperkirakan meraup untung hingga $1 miliar dalam satu hari.

Tuduhan di Balik Krisis Asia 1997

Tahun 1997, saat Asia mengalami krisis keuangan, termasuk di Indonesia, sosok Soros juga dituduh menjadi dalang di balik jatuhnya nilai tukar baht, ringgit, hingga rupiah, melalui spekulasi masif.

Namun riset empiris justru menunjukkan sebaliknya: tidak ada bukti kuat bahwa hedge fund besar, termasuk milik Soros, memicu krisis Asia. Bahkan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, kemudian menyatakan pada 2006 bahwa klaim tersebut tidak benar.

Filosofi Investasi: Teori Reflexivity

Strategi khas Soros adalah pendekatan reflexivity, di mana persepsi pasar mempengaruhi realitas ekonomi dan memungkinkan peluang besar dalam situasi pasar yang tidak rasional. Pendekatan ini membantu menjelaskan aksi-ulas soros terhadap pound, baht, rupiah, dan bahkan yen di era 2013–2014.

Quantum Fund, yang dikembangkan Soros sejak tahun 1970-an, mencatat return rata-rata tahunan sekitar 20 persen selama hampir empat dekade. Namun sejak 2011, dana eksternal ditarik dan fund diubah menjadi family office, hanya mengelola kekayaan keluarga Soros.

George Soros adalah figur kontroversial namun tak terbantahkan berpengaruh dalam sejarah pasar global. Aksinya pada Black Wednesday memicu transformasi sistem moneter global. Sementara tuduhan terhadap krisis Asia 1997 terbantahkan oleh riset. Filosofi reflexivity-nya menegaskan pentingnya persepsi dalam membentuk realitas ekonomi.

Timeline Spekulasi George Soros (1992, 1997, 2013–2014) Tahun Peristiwa Dampak
1992 Black Wednesday – Soros melakukan short selling besar-besaran terhadap pound sterling, memaksa Inggris keluar dari ERM. Pound jatuh ±15 persen terhadap Deutsche Mark dan ±25 persen terhadap dolar AS; Soros diperkirakan meraup laba sekitar US$1 miliar dalam sehari.
1997 Krisis Asia – Soros dituduh melemahkan baht Thailand dan ringgit Malaysia melalui spekulasi masif, meski riset akademik tidak menemukan bukti langsung. Nilai tukar regional anjlok (termasuk rupiah dan ringgit); tuduhan politis mencuat, namun hedge fund Soros juga tercatat mengalami kerugian pada fase krisis.
2013–2014 Perdagangan yen Jepang – Soros dilaporkan mendapat keuntungan signifikan dari pergerakan yen saat Bank of Japan meluncurkan stimulus besar. Yen melemah tajam terhadap dolar AS; sejumlah hedge fund, termasuk milik Soros, memperoleh imbal hasil dari posisi yang diambil terhadap yen.

(hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |