Industri Kripto Sumbang Rp70 Triliun ke PDB, Potensi Tembus Rp260 Triliun Jika Terregulasi Penuh

3 weeks ago 41

Jakarta (pilar.id) – Kajian terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengungkap bahwa industri aset kripto memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional.

Sepanjang tahun 2024, sektor ini menyumbang Rp70,04 triliun ke Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar 0,32 persen dari total PDB Indonesia.

Namun, angka tersebut diprediksi bisa meningkat hingga Rp260 triliun, jika transaksi yang saat ini berlangsung di platform ilegal dapat sepenuhnya dialihkan ke ekosistem yang legal dan teregulasi di dalam negeri.

Indonesia Masuk 3 Besar Adopsi Kripto Dunia

Menurut laporan LPEM FEB UI, Indonesia saat ini menempati peringkat ketiga secara global dalam tingkat adopsi kripto, dengan 23 juta akun pengguna dan total nilai transaksi sebesar Rp650,6 triliun pada tahun 2024 — meningkat tajam hingga 335 persen dibanding tahun sebelumnya.

Industri ini juga telah menciptakan lebih dari 333 ribu lapangan kerja, dan berpotensi menambah hingga 1,2 juta pekerjaan apabila seluruh transaksi dilakukan secara legal.

Namun, masih maraknya penggunaan platform luar negeri yang belum berizin menimbulkan potensi kehilangan penerimaan pajak hingga Rp1,7 triliun.

Dampak Ekonomi dan Ketenagakerjaan

LPEM FEB UI mencatat bahwa jika seluruh aktivitas kripto — baik legal maupun ilegal — dapat dialihkan ke sistem yang teregulasi, maka:

  • Kontribusi terhadap PDB dapat meningkat hingga Rp189 – Rp260 triliun
  • Setara dengan 0,86 persen – 1,18 persen dari total PDB nasional
  • Potensi penciptaan kerja mencapai 892 ribu – 1,2 juta orang, atau 0,62 persen – 0,85 persen dari total angkatan kerja nasional

Regulasi Krusial untuk Dukung Pertumbuhan

CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menilai laporan LPEM FEB UI sebagai bukti empiris bahwa kripto telah menjadi bagian penting dari ekonomi digital Indonesia.

“Kripto bukan lagi tren sesaat. Ini sektor yang membuka lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memperkuat literasi finansial,” jelas Calvin.

Namun, Calvin menegaskan pentingnya regulasi yang adaptif dan efisien agar potensi industri ini tidak terhambat.

“Tantangan terbesar bukan pada minat pasar, tapi pada regulasi yang belum cukup cepat dan proporsional,” tambahnya.

Masalah Pajak dan Proses Listing

Beberapa kendala yang dihadapi pelaku industri kripto lokal antara lain:

  • Proses listing token yang memakan waktu hingga 10 hari
  • Pajak aset kripto yang dinilai lebih tinggi dibandingkan instrumen investasi lain dan platform luar negeri

Tokocrypto berharap pemerintah dapat menyesuaikan tarif PPh final aset kripto menjadi 0,1 persen, serupa dengan pajak atas saham, agar menciptakan iklim kompetitif yang sehat.

Literasi Digital Masih Rendah

LPEM FEB UI juga menyoroti rendahnya tingkat literasi keuangan dan digital di Indonesia. Hanya 3 persen orang dewasa yang benar-benar memahami aset kripto. Angka ini jauh tertinggal dari:

  • Malaysia: 16 persen
  • Arab Saudi: 22 persen
  • Brasil: 52 persen

Calvin menganggap rendahnya literasi sebagai tantangan sekaligus peluang. Tokocrypto, menurutnya, akan terus menggencarkan program edukasi publik dan literasi digital agar masyarakat memahami manfaat dan risiko kripto secara bijak.

Potensi Besar, Perlu Regulasi yang Cerdas

Laporan LPEM FEB UI menjadi momentum penting bagi regulator, industri, dan akademisi untuk merancang roadmap pengembangan industri kripto nasional yang seimbang antara inovasi dan perlindungan konsumen.

“Indonesia punya peluang besar menjadi pusat ekonomi digital berbasis kripto di Asia Tenggara. Tapi itu hanya bisa terwujud dengan regulasi cerdas, pajak proporsional, dan kolaborasi lintas sektor,” pungkas laporan tersebut. (ret/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |