Surabaya (pilar.id) — Tradisi dan sejarah berpadu dalam semarak budaya bertajuk Sembrani Bumi Nusantara 2025 yang digelar pada Minggu, 5 Oktober 2025.
Bertema “Napak Tilas – Babat Alas Suroboyo”, acara tahunan ini menghidupkan kembali jejak sejarah Raden Sawunggaling, tokoh legendaris Surabaya, melalui pementasan Tari Remo massal dan teatrikal napak tilas.
Sebanyak 1.000 pelajar dari berbagai sekolah dan sanggar di Surabaya tampil dalam Tari Remo massal yang memukau, dipusatkan di halaman Kantor Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri.
Penampilan kolosal ini menjadi penanda dimulainya perjalanan napak tilas menuju Taman Bungkul, mengusung semangat kebudayaan dan sejarah lokal kepada generasi muda.
Menghidupkan Legenda Sawunggaling
Kegiatan dibuka dengan prosesi sungkeman di Makam Raden Sawunggaling atau Joko Berek, di Jalan Lidah Wetan Gang III. Usai prosesi, peserta mengikuti pawai budaya di sepanjang Jalan Raya Lidah Wetan, disaksikan antusiasme warga.
Teatrikal sepanjang rute mengisahkan momen penting, seperti pertemuan Joko Berek dengan Sawungsari dan Sawungrono, serta adegan ikonik pertarungan ayam jago yang dibawa menuju Kadipaten Surabaya—sekarang Balai Kota Surabaya—untuk menemui Tumenggung Jayengrono.
Jajanan Tradisional hingga Tumpengan
Setibanya di Taman Bungkul, para peserta disambut dengan sajian Jajanan Ndeso dan sesi Sedekah Bumi, ditandai dengan Sodoran Gendero Tunggul Yudho dan pemotongan tumpeng sebagai simbolisasi rasa syukur.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya, Hidayat Syah, menyampaikan apresiasinya terhadap penyelenggaraan acara.
“Wali Kota Eri Cahyadi menyambut baik gelaran Sembrani Bumi Nusantara yang telah tiga tahun digelar berturut. Beliau akan tetap support kegiatan ini,” ujar Hidayat.
Melestarikan Sejarah Lewat Budaya
Lurah Lidah Wetan, Andri Kurniawan, menjelaskan bahwa Napak Tilas Sawunggaling merupakan bagian dari rangkaian Sedekah Bumi yang telah digelar selama tiga tahun terakhir.
“Ini dalam rangkaian acara sedekah bumi, ini tahun ketiga penyelenggaraan dan setiap tahun ada napak tilas. Jadi napak tilas ini menapaktilasi perjalanan Raden Sawunggaling ketika mencari ayahandanya yang bernama Adipati Jayengrono,” tutur Andri.
Ia menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi simbol pencarian jati diri dan peneladanan nilai sejarah perjuangan.
“Diharapkan pemuda-pemudi sekarang bisa mengetahui tentang cerita sejarah Sawunggaling dan juga diharapkan bisa melanjutkan budaya yang sudah ada ini di tahun-tahun berikutnya,” tambahnya.
Tahun ini juga ditandai dengan peresmian Monumen Ayam Jago, elemen simbolik dari legenda Sawunggaling yang semakin memperkaya nilai historis kawasan Lidah Wetan.
Antusiasme Peserta Meningkat
Ketua Pelaksana, Prayugi Imaduddin, menyatakan bahwa antusiasme masyarakat semakin tinggi dari tahun ke tahun.
“Yang pasti tahun ini lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya. Karena kemarin Alhamdulillah kita di-support terhadap pengumuman, flyer dari pihak-pihak dinas terkait,” ujarnya.
Partisipasi tidak hanya berasal dari warga lokal, melainkan juga dari luar kota seperti Mojokerto hingga Malang.
“Lalu peserta tari (remo) pun sama. Memang kemarin sebagian dari beberapa sekolah yang ada di wilayah Lidah Wetan, kemarin juga diikuti dari beberapa sanggar yang ada di Surabaya,” jelas Prayugi.
Selain napak tilas, gelaran Sembrani Bumi Nusantara 2025 juga menghadirkan berbagai kegiatan lain, mulai dari Campursari hingga Khotmil Qur’an.
“Tanggal 8 Oktober ada acara Campursari, lalu tanggal 11 Oktober pagi sampai sore ada Khotmil Qur’an. Malam harinya ada doa bersama tasyakuran di area Lidah Wetan Gang Tengah,” ungkap Prayugi.
Puncak acara pada 5 Oktober juga meliputi pawai budaya, tari remo, teatrikal, dan kegiatan di Jembatan Sawunggaling serta Taman Bungkul.
“Secara keseluruhan kalau total peserta tari remo anak sama peserta napak tilas kurang lebih sekitar 2000,” pungkasnya.
Napak Tilas Sawunggaling bukan sekadar agenda tahunan, tetapi media edukasi kultural yang menanamkan nilai-nilai sejarah lokal pada generasi muda. Dalam era digital yang serba cepat, pelestarian budaya seperti ini menjadi jembatan penting agar warisan leluhur tidak hanya dikenang, tapi juga dilestarikan.
Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, kegiatan seperti Sembrani Bumi Nusantara akan terus menjadi panggung bagi budaya lokal untuk bersinar di tengah arus globalisasi. (rio)

4 weeks ago
44

















































