Jakarta (pilar.id) – Sebuah riset terbaru dari Kaspersky Market Research Center mengungkap bahwa kecerdasan buatan (AI) kini menjadi alat favorit bagi wisatawan dalam merencanakan perjalanan. Sebanyak 73 persen pengguna aktif AI menyebut teknologi ini membantu mereka menghemat waktu dan mempermudah persiapan liburan.
Namun, di balik kenyamanan itu, kesadaran terhadap risiko keamanan data pribadi juga semakin meningkat. Hampir setengah responden (48 persen) mengaku berhati-hati dan menghindari membagikan data sensitif kepada chatbot atau layanan berbasis AI.
AI Bantu Rencanakan Liburan Lebih Efisien
Menurut survei yang dilakukan pada musim panas 2025 terhadap 3.000 responden dari 15 negara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Inggris, motivasi utama penggunaan AI dalam perencanaan perjalanan adalah efisiensi.
Sebanyak 65 persen responden menggunakan AI untuk mencari informasi destinasi utama dan rekomendasi yang dipersonalisasi sesuai minat mereka. Sementara itu, 63 persen memanfaatkannya untuk menemukan penawaran terbaik, dan 61 persen mengandalkan AI untuk menemukan informasi yang sulit dijangkau secara manual.
Menariknya, generasi yang lebih tua (usia 55 tahun ke atas) menunjukkan pola penggunaan berbeda. Mereka lebih fokus menemukan informasi unik (65 persen), dibandingkan rekomendasi personal (60 persen). Sementara itu, pengguna yang memiliki anak lebih tertarik pada saran yang dipersonalisasi (68 persen), menunjukkan bahwa AI kini berperan sebagai asisten perjalanan yang serbaguna untuk berbagai kelompok pengguna.
Risiko Keamanan Masih Jadi Kekhawatiran
Selain membantu menyusun rencana perjalanan, AI juga kerap digunakan untuk pemesanan hotel dan tiket, yang mengharuskan pengguna membagikan data pribadi. Di sinilah muncul kekhawatiran baru.
Kaspersky mencatat, 86 persen wisatawan yang menggunakan AI untuk perjalanan sadar akan potensi risiko keamanan data, meski tidak semuanya menghindari penggunaannya. Hanya 14 persen responden yang benar-benar yakin bahwa berbagi data dengan AI sepenuhnya aman.
Kekhawatiran terbesar muncul di kalangan usia muda (18–34 tahun), di mana 52 persen menyatakan waspada dalam membagikan informasi pribadi ke AI. Sebaliknya, kelompok usia di atas 55 tahun lebih santai—hanya 42 persen yang benar-benar khawatir, namun sebagian besar tetap selektif dalam memilih data yang dibagikan.
Secara geografis, pengguna dari Spanyol, Inggris, Indonesia, Malaysia, dan Afrika Selatan menunjukkan tingkat kewaspadaan tertinggi terhadap risiko AI. Sebaliknya, pengguna dari Tiongkok, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi cenderung lebih percaya diri terhadap keamanan sistem AI.
Komentar Ahli dan Tips Keamanan
Menurut Vladislav Tushkanov, Group Manager di Kaspersky AI Technology Research Center, kewaspadaan pengguna terhadap keamanan AI merupakan sinyal positif.
“Sikap rasional sangat penting dalam setiap interaksi online, terutama saat berbagi data pribadi. Percakapan ‘pribadi’ dengan AI pun tetap berpotensi terekspos ancaman siber,” jelas Tushkanov.
“Alih-alih meninggalkan teknologi ini, pengguna sebaiknya tetap waspada, hindari membagikan informasi sensitif, dan pilih dengan cermat tugas apa yang diserahkan pada AI,” tambahnya.
Kaspersky juga membagikan beberapa tips untuk tetap aman saat berinteraksi dengan AI:
- Jangan bagikan data pribadi seperti ID, alamat, atau kata sandi kepada chatbot.
- Lakukan sendiri aktivitas penting, seperti pemesanan dan transaksi keuangan.
- Periksa tautan yang diberikan AI dengan solusi keamanan siber tepercaya.
- Gunakan koneksi internet stabil saat bepergian, misalnya dengan eSIM.
- Hindari menghubungkan akun utama yang berisi data rahasia ke layanan AI.
Riset Kaspersky menegaskan bahwa meski AI menawarkan efisiensi luar biasa dalam perjalanan, kesadaran keamanan digital tetap menjadi kunci utama. Pengguna yang bijak dapat memanfaatkan teknologi ini secara optimal tanpa mengorbankan privasi dan keamanan data pribadi mereka. (ret/hdl)

3 weeks ago
29

















































