Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebutkan alasan Polda Metro Jaya menangguhkan penahanan para pelaku yang terlibat kericuhan di Balai Kota DKI Jakarta karena masih berstatus mahasiswa aktif.
"Sebenarnya lebih pada pertimbangan bahwa para mahasiswa ini masih aktif belajar dan juga banyak mendapat bantuan dari kampus, rektorat, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) dan pihak-pihak lain sehingga penangguhan penahanan ini dimungkinkan," kata Usman saat ditemui di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Polisi tanguhkan penahanan mahasiwa yang terlibat ricuh di Balai Kota
Usman menambahkan dari kalangan kampus juga sedang mengajukan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif untuk menyelesaikan kasus ini.
"Jadi mudah mudahan bisa ada penyelesaian yang terbaiklah buat semua," katanya.
Baca juga: Mahasiswa yang ditangkap saat kericuhan di Balai Kota dipulangkan
Terkait dengan wajib lapor, Usman menyebutkan hal itu tentu ada namun Polda Metro Jaya yang akan memberikan kelonggaran.
"Tentu wajib lapor itu juga kami jelaskan mungkin kalau terganggu dengan jadwal perkuliahan perlu ada semacam kelonggaran, mereka memenuhi kelonggaran itu, jadi seandainya nanti harus jam 10.00 WIB, tapi ada kegiatan kuliah, ya mungkin bisa sore bisa dijadwal ulang," jelasnya.
Saat dikonfirmasi soal sanksi yang diberikan oleh pihak kampus, Usman menjelaskan masih fokus terhadap penyelesaian restorative justice dulu.
Baca juga: Tiga pengunjuk rasa positif gunakan ganja saat kericuhan di Balai Kota
"Untuk saat ini kita masih mendalami permasalahan dan mengedepankan penyelesaian secara RJ. Ke depan mungkin kita akan ada pembinaan terhadap teman-teman yang sebelumnya ditahan ini," katanya.
Sementara itu mahasiswa yang terakhir ditangguhkan penahanannya, MAA menyebutkan dirinya masih akan tetap melakukan aksi unjuk rasa walaupun pernah ditangkap polisi.
"Selama yang kita perjuangkan jelas dan demi kepentingan bersama, kita tetap turun ke jalan," katanya.
Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2025