Surabaya (pilar.id) – Menjelang dan selama Idul Adha, konsumsi daging meningkat tajam di masyarakat. Namun, kebiasaan menyantap daging dalam jumlah besar tanpa kontrol dapat meningkatkan risiko kolesterol tinggi, penyakit jantung, bahkan diabetes melitus.
Menurut Lailatul Muniroh, SKM, MKes, pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR), kesalahan umum terletak pada cara pengolahan dan pola konsumsi yang tidak sehat.
“Masyarakat sering tidak mengontrol jumlah konsumsi daging, termasuk jeroan yang tinggi kolesterol, dan memasaknya dengan cara tidak sehat seperti digoreng atau dimasak dengan santan,” ungkapnya.
Metode Pengolahan yang Lebih Sehat
Lailatul menekankan pentingnya memilih metode memasak yang aman. Proses memasak dengan suhu tinggi seperti digoreng atau dibakar justru dapat menghasilkan senyawa berbahaya, terutama jika daging gosong. Sebaliknya, cara merebus atau mengukus dinilai lebih aman dari sisi kimia dan tidak mengurangi kandungan gizi daging.
“Mengukus memang tidak mengurangi lemak secara langsung, tapi jauh lebih sehat dibanding membakar hingga hangus,” jelasnya.
Ia juga meluruskan mitos yang masih dipercaya sebagian masyarakat, seperti anggapan bahwa mencuci daging dengan air panas atau jeruk nipis bisa menghilangkan kolesterol.
“Kolesterol berada di dalam jaringan otot dan tidak larut dalam air. Jadi, mencuci daging tidak akan mengurangi kadar kolesterolnya,” tegasnya.
Daging Kambing Tidak Lebih Buruk dari Sapi
Salah kaprah lainnya adalah anggapan bahwa daging kambing lebih berbahaya dibanding daging sapi. Menurut Lailatul, fakta ilmiah justru menunjukkan bahwa daging kambing memiliki lemak jenuh dan kalori lebih rendah dalam beberapa kasus.
“Yang penting itu jumlah dan cara memasaknya. Konsumsi aman daging merah matang sekitar 50–70 gram per sajian, maksimal dua sampai tiga kali seminggu,” jelasnya.
Pola Makan Seimbang Adalah Kunci
Lailatul mengingatkan bahwa daging bukan musuh, melainkan harus dikonsumsi dengan pola makan yang bijak. Daging sebaiknya disantap bersama makanan berserat tinggi, seperti sayur dan buah, serta disandingkan dengan protein nabati.
“Jika ingin manfaat daging optimal, maka harus dikombinasikan dengan serat dan dimasak dengan cara sehat. Pola makan tidak bisa hanya fokus pada satu bahan makanan,” tambahnya.
Mengonsumsi daging di momen Idul Adha tidak harus menjadi ancaman bagi kesehatan. Dengan pengolahan yang tepat, porsi yang terkontrol, dan kombinasi makanan yang seimbang, risiko penyakit akibat konsumsi daging dapat diminimalisasi.
“Keseimbangan dan kesadaran adalah kunci. Bukan tidak boleh makan daging, tapi harus tahu kapan cukup dan bagaimana mengolahnya,” pungkas Lailatul. (ret/hdl)