Jakarta (pilar.id) – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah menyusun regulasi baru yang akan menjadi pedoman pelaksanaan wisata edukasi, khususnya dalam bentuk study tour bagi siswa sekolah. Upaya ini bertujuan menciptakan ekosistem wisata yang aman, inklusif, dan berdampak positif terhadap proses pembelajaran.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ni Luh Puspa, menyampaikan hal tersebut dalam Diskusi Ngoprek (Ngobrolin Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) bertema “Dilarang atau Diatur? Mencari Titik Temu Antara Study Tour dan Masa Depan Pariwisata”, yang digelar oleh Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf), di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).
“Wisata edukasi perlu dirancang dengan hati-hati, tapi jangan sampai anak-anak kehilangan kesempatan belajar langsung dari lingkungan,” ujar Ni Luh.
Menurutnya, pemerintah tidak sedang fokus pada larangan wisata pelajar, melainkan merancang pedoman teknis yang menjamin keselamatan dan kebermanfaatan kegiatan wisata edukatif.
“Bukan soal menghasilkan angka pariwisata, tapi bagaimana kegiatan ini memberi manfaat nyata bagi adik-adik kita. Kita ingin solusi jangka panjang, bukan sekadar memadamkan polemik sesaat,” tegasnya.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Rizki Handayani, menambahkan bahwa regulasi wisata edukasi selama ini belum tersedia secara resmi. Kehadiran regulasi ini akan menjadi angin segar bagi pihak sekolah maupun destinasi wisata dalam menyelenggarakan kegiatan edukatif yang bertanggung jawab.
“Diskusi seperti ini penting agar kita tidak terjebak pada pelarangan, tapi membahas model penyelenggaraan wisata edukasi yang bertanggung jawab,” ujar Rizki.
Senada dengan itu, Direktur Utama TMII, Intan Ayu Kartika, menegaskan perlunya standar nasional agar setiap kegiatan study tour memiliki rambu-rambu yang jelas, mulai dari jumlah pendamping, kurasi materi, hingga transportasi.
“Anak-anak perlu ruang belajar di luar kelas untuk membentuk karakter. Tapi tentu harus ada aturan yang mengatur semuanya secara menyeluruh,” jelas Intan.
Sebagai salah satu destinasi wisata edukatif unggulan di Indonesia, TMII menurutnya memiliki peran penting dalam memperkenalkan keragaman budaya Indonesia kepada generasi muda.
“TMII menawarkan pengalaman belajar budaya Indonesia yang kaya. Di sinilah anak-anak bisa mengenal akar ke-Indonesia-an mereka,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim, menilai bahwa pelarangan total terhadap study tour akan menghilangkan potensi pembelajaran kontekstual yang selama ini dibutuhkan oleh siswa.
“Yang harus dihindari adalah tour tanpa study. Kita butuh standarisasi, dari proporsi pembimbing, keamanan, sampai substansi edukasinya,” tegas Satriawan.
Diskusi ini turut dihadiri oleh Managing Director Adonta Education Donny D, penggerak desa wisata Nglanggeran Sugeng Handoko, serta Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan Provinsi Banten Herdi Herdiansyah. (hen/hdl)