Jakarta (pilar.id) — Pemerintah Pakistan mengejutkan dunia dengan secara resmi mencalonkan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian.
Langkah ini diambil setelah dianggap berjasa dalam meredakan konflik berdarah antara India dan Pakistan serta meredam potensi eskalasi militer terhadap Iran.
Pencalonan ini diumumkan di tengah meningkatnya perhatian internasional terhadap peran diplomatik Amerika Serikat di Asia Selatan dan Timur Tengah.
Diplomasi yang Dianggap Efektif
Pemerintah Pakistan menilai, Trump memiliki andil besar dalam menciptakan stabilitas regional, terutama melalui pengumuman gencatan senjata antara India dan Pakistan yang berlangsung selama empat hari pada Mei lalu. Intervensi Trump kala itu dinilai berhasil mencegah potensi pecahnya konflik berskala nuklir.
“Trump baik untuk Pakistan,” ujar Mushahid Hussain, mantan Ketua Komite Pertahanan Senat Pakistan. “Jika ini hanya untuk memuaskan egonya, biarlah. Pemimpin Eropa pun telah memujinya habis-habisan,” tambahnya.
Pertemuan Militer Bersejarah di Gedung Putih
Cukup menarik, pencalonan ini datang di minggu yang sama dengan pertemuan Kepala Militer Pakistan, Jenderal Asim Munir, dengan Trump dalam sebuah acara makan siang di Gedung Putih.
Ini menjadi kunjungan pertama kalinya seorang panglima militer Pakistan diundang secara resmi oleh pemerintah AS saat pemerintahan sipil masih berkuasa di Islamabad.
Analis menilai momen ini sebagai pendekatan strategis Pakistan untuk menggandeng kembali AS di tengah ketegangan global, terutama terkait situasi di Iran dan Israel.
Trump dan Konflik Global: Daftar Klaim Perdamaian
Trump, dalam unggahan di media sosialnya, mencantumkan konflik-konflik global yang menurutnya berhasil ia akhiri, termasuk:
- Konflik India-Pakistan
- Penandatanganan Perjanjian Abraham antara Israel dan negara-negara Arab
- Tekanan terhadap Korea Utara untuk menghentikan uji coba nuklir
- Upaya penyelesaian konflik Afghanistan
Meski begitu, Trump mengeluh karena tidak pernah mendapatkan pengakuan resmi berupa Nobel Perdamaian. “Saya tidak akan pernah mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian apa pun atas semua ini,” tulisnya.
Sinyal Politik Baru di Asia Selatan
Langkah Pakistan menuai beragam tanggapan. Di satu sisi, pencalonan ini dianggap sebagai pengakuan terhadap keberhasilan diplomasi Trump. Di sisi lain, sebagian pengamat menilainya sebagai strategi politik demi mendapatkan dukungan diplomatik dari figur internasional yang kontroversial namun berpengaruh.
Apalagi dalam isu Kashmir, Trump pernah menyatakan kesediaannya menjadi mediator antara India dan Pakistan—sebuah pendekatan yang bertolak belakang dengan kebijakan tradisional AS yang cenderung memihak India sebagai mitra strategis untuk menyeimbangi pengaruh Tiongkok.
Hadiah Nobel Perdamaian, yang diberikan oleh Komite Nobel Norwegia, bertujuan menghargai individu atau organisasi yang berkontribusi besar dalam menjaga perdamaian global. Apakah peran Trump diakui sebagai bagian dari itu, masih menjadi perdebatan panjang.
Namun, fakta bahwa pemerintah suatu negara seperti Pakistan dapat mengajukan pencalonan resmi, membuat nama Trump masuk dalam pertimbangan, setidaknya secara administratif.
Pencalonan Donald Trump untuk Nobel Perdamaian oleh Pakistan menjadi babak baru dalam diplomasi global. Apakah ini akan membuka peluang penghargaan atau sekadar strategi simbolis, hanya waktu yang bisa menjawab. (hdl)